Selasa, 25 Oktober 2011

kisahku ke kota ngrayun.





NGRAYUN TEMPAT YG INDAH SEKALIGUS GANAS
    Ngrayun adalah salah satu kota kecamatan di Kabupaten Ponorogo. Lokasinya arah selatan Kota Ponorogo, berada di deretan pegunungan selatan Pulau Jawa.Tempat itu sebenarnya ideal sekali untuk daerah tujuan wisata. Udara di kawasan itu sejuk pemandangan di sanapun lumayan indah.  Barangkali tempat ini adalah puncak tertinggi di Kabupaten Ponorogo. Hutan pinus dan cemara bergerombol di atas bukit terjal. Dari atas kawasan gunung itu sejauh mata memandang tampak hamparan daratan.
    Untuk ke sana harus hati-hati. Jalan mendaki sangat curam, ditambah lagi jalan yang sangat sempit, banyak kelokan-kelokan. Di sisi jalan jurang menganga. Bila kita tidak terbiasa melewatinya akan terasa sangat ngeri. Lokasi terngeri adalah Tanjakan Telu Likur (Dua Puluh Tiga). Untuk menuju ke sana kendaraan harus dalam kondisi bagus, disertai keberanian mental pengendara. Kondisi jalan sebenarnya sangat bagus.
    Saya tiga kali menginjakkan kaki di Kecamatan Ngrayun. Itu terjadi gara-gara seorang kawan menawari saya suatu bisnis yang berprospek lumayan di tempat itu. Pertama kali ke sana, saya mengalami grogi yang luar biasa. Medan yang saya lalui bagi saya sangat berat. Di sebelah sisi jalan itu jurang menganga lebar. Jantungku dag-dig-dug. hari kedua saya mulai tenang dalam berkendaraan, begitu pula hari-hari selanjutnya. Namun saya juga merasa harus hati-hati. Setelah mencapai puncak, rasa ngeri rasanya sudah terbayar dengan pemandangan yang sangat indah, dan relatif masih asli, mengingat kawasan ini masih relatif terpencil.
 Perjalan ke Kecamatan Ngrayun penuh tantangan, apa lagi kalau bukan medan yang mendaki, jurang-jurang menganga. Jalan ke kampung masih banyak yang berupa batu-batu ditata yang di sini disebut jalan makadam. Jalan makadam banyak turunan dan meluncur tajam. Di depan mata sudah membentang jurang. Pada saat yang tepat pengendara motor harus membelokkan di tikungan mengikuti arah jalan itu. Kota kecamatan itu memang termasuk wilayah terpencil di Ponorogo, tetapi bagi saya itu merupakan tempat yang menjanjikan usaha saya.
 
         Perjalanan ke Ngrayun hari kedua saya menemui rumah Pak Jack. Ia adalah pedagang sepatu, asli Sukabumi, Jawa barat. Ia beristri orang Ngrayun asli, mereka bertemu di Sukabumi saat sang istri masih bekerja di Sukabumi. Hari itu rencana saya akan bertemu Pak kardi calon pelanggan saya. Setiba di rumah Pak Jack, tetangga yang tinggal di atas bukit meninggal dunia. Sebagai warga di situ ia wajib bertandang, atau ngelayat. Jadi untuk bertemu Pak Kardi sedikit tertunda karena ia pasti sedang di tempat itu juga. Dari pada diam diri sayapun ikut ngelayat. Saya bersama Pak Jack mendaki bukit menuju rumah duka itu.
       Di
sana banyak yang ngelayat. tradisi di sana sedikit aneh. Semua acara kematian ditangani oleh seorang aparat desa seksi rohani yang disebut modin. Pak modin sangat berperanan pada acara kematian. Ia bertanggungjawab mengurus mayat seperti memandikan sekaligus menshalatkan mayat. Anehnya, para pelayat tidak ikut shalat jenazah. Jadi yang shalat jenazah hanya pak modin saja. Saya tanya Pak Jack, apakah sebaiknya kita ikut menshalatkan. Kata Pak Jack jangan, nanti malah terkesan aneh. Saya hanya bisa mengangguk saja. Kata Pak Jack, di kampung itu untuk membawa mayat ke pemakaman tidak memakai keranda, karena kampung ini tidak biasa memakai keranda. Mayat ditaruh di papan. Papan itu diikatkan pada alat usungan yang terbuat dari bambu. Setelah dikafani mayat dibungkus dengan tikar pandan dan diikat dengan tali yang diserut dari kulit batang bambu agar tidak jatuh karena lokasi pemakaman ada di atas bukit. Pada saat orang-orang sibuk mempersiapkan pemakaman, saya dan Pak Jack berbegas siap meuju rumah Pak Kardi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar